Minggu, 10 April 2011

Bagian Pertama

Deru kereta menjadi suara yang mendominasi telingaku malam itu. Kucoba memejamkan mata tapi selalu tak bisa. Akh, tempat duduk yang sandarannya tegak dan gerbong kereta yang pengap jadi sebab mengapa aku terus terjaga sepanjang malam. Lalu karena penat ku coba berjalan ke sambungan gerbong dekat toilet. Pintu kereta terbuka setengah. Hampir semua penumpang tengah terlelap. Kugeser pintu kereta untuk memasukkan sedikit udara segar. Ahhh, akhirnya aku merasa sedikit tenang. Kupejamkan mata sambil kuhirup dalam-dalam udara malam. Entah berapa lama aku berdiri disana. Hanya terdiam memandang jauh dengan tatapan setengah kosong ke hamparan sawah dengan latar belakang bukit dan pegunungan di kejauhan. Serta terkadang pantulan cahaya bulan yang menyapu danau-danau kecil dan memantulkan sinarnya yang lembut ke dalam mataku.

Kereta lalu berjalan perlahan. Lalu tak lama berhenti. Rupanya kereta telah tiba di stasiun Kroya. Pedagang asongan lalu satu persatu naik ke atas kereta. Membuat suasana yang tadi tenang menjadi ramai. Beberapa penumpang pun lalu terbangun. Dan beberapa dari mereka membeli sekedar kopi ataupun rokok dari para pedagang itu.

Lima menit kereta terdiam. Setelah lalu kemudian kembali rodanya berputar. Pedagang asongan yang sedari tadi berjalan mondar mandir sambil meneriakkan dagangannya kini telah menghilang kembali. Hanya tinggal beberapa yang tetap berjualan di kereta. Tak lama terdengar suara tangis bayi. Ku coba tengokkan kepalaku kedalam gerbong. Dan mencari darimana suara itu berasal. Seorang anak kecil menangis karena terbangun tengah malam. Mungkin lapar. Atau sekedar kepanasan. Aku pun kembali ke tempat dudukku. Kereta ini hanya terisi setengah. Entahlah, yang jelas sungguh berbeda jika waktu lebaran. Jangan ditanya sebanyak apa penumpangnya.

Tanpa sadar ternyata aku terlelap juga,sambil sesekali terbangun dan dalam keadaan setengah tidur sambil menyeka keringat dan membetulkan posisi leher yang tertekuk saat kepalaku jatuh tertunduk saat tertidur.
Aku tak peduli. Mencoba terus menikmati mengistirahatkan tubuh dan pikiranku biar hanya satu jam. Pukul empat pagi kereta tiba di Jogja. Aku mengemas barang-barangku untuk segera turun. Karena kereta masih akan melanjutkan perjalanannya sampai kota Malang di Jawa Timur.

Karena masih terlalu pagi, aku memutuskan untuk istirahat sebentar disini. Mencari tempat duduk yang kosong dan kursinya panjang. Ahh, itu dia! Segera saja aku menuju kesana. Lalu menaruh ranselku di bangku panjang dan menjadikannya alas kepala. Jadi bantal. Kucoba memejamkan mata karena rasa kantuk kini menyerang dengan hebat. Sekitar setengah jam aku terlelap. Lalu terdengar lantunan merdu adzan Subuh mengusap telingaku. Kini rasa kantuk itu tak sehebat tadi. Aku mencoba duduk. Dan memutar kepalaku untuk mencari dimana arah masjid tempat suara adzan itu bermuara. Lalu aku menuju masjid dan menunaikan kewajibanku di awal hari itu.

Pagi ini Jogja terlihat cerah. Pukul enam pagi suasana stasiun semakin hidup. Begitu ramai. Aku melangkahkan kaki keluar stasiun. Banyak yang menawari angkutan mulai dari mobil sewaan sampai becak. Tapi semua kutolak dengan halus. Pandanganku menyapu ke pelataran parkir. Melihat ke kiri dan ke kanan. Dan,ahh itu dia. Seseorang yang datang pagi ini untuk menjemputku. Dia  pria seumuranku namun bertampang lebih tua dariku. Temanku saat masih sekolah dasar dulu. Yang menjadi teman bermusik pertamaku. Musik dengan nada-nada ritmis yang mengalun saat kita menepuk-nepuk permukaan meja tulis tempat kami duduk sebangku. Menyanyikan lagu mendayu-dayu dari negeri Jiran yang sedang naik daun kala itu.

Dari kejauhan kulihat dia tersenyum menemukanku. Sambil melambaikan tangan ke udara aku menuju ke arahnya. Lama sudah sahabatku yang satu ini tak kulihat. Dengan sebentar saja gelak tawa membahana diantara obrolan-obrolan yang hangat meski lama sekali tak pernah bertemu. Segera aku pergi diantar sahabatku menuju rumah yang akan aku tempati selama sebulan ini di Jogja.